Harga Kedelai Naik, Gunungkidul Optimis Tingkatkan Hasil Pertanian

GunungkidulPost.com – PLAYEN – Pada Rakernas Pertanian di Jakarta (Senin, 11 Januari 2021), Presiden Jokowi memberikan arahan kepada Kementerian Pertanian agar dapat mengatasi kurangnya produksi beberapa komoditas yang masih impor, seperti Bawang Putih, Daging Sapi, Gula, Kedelai dan Jagung.

Sejalan dengan kebijakan pusat, Kabupaten Gunungkidul telah berupaya menggalakan penanaman kedele baik pada musim hujan maupun musim tahap kedua dan musim kemarau.

Namun ironisnya, dilapangan tetap menjadi persoalan serius disaat harga kedelai naik secara signifikan. Apalagi kebutuhan kedelai sangat dibituhkan oleh semua sentral industri tahu dan tempe.

Kasie Produksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Gunungkidul, HK Adinoto SP., MP mengatakan, secara keseluruhan pada musim tanam pertama di Gunungkidul telah tertanam kedelai seluas 142 hektar.

Sedangkan, pada musim kedua nanti, lanjut Adinoto, akan ditambah dengan pertanaman swadaya. Sehingga diharapkan target produksi kedelai di Gunungkidul tahun 2021 sebanyak 5000 ton bisa tercapai.

“Musim kedua penanaman akan ditingkatkan menjadi sebanyak 3000 hektar melalui pengembangan kedelai bantuan pemerintah,” kata Adinoto dalam agenda panen kedelai perdana tahun 2021 di Bleberan, Playen, beberapa waktu yang lalu.

Terpisah, Kepala DPP Gunungkidul, Ir. Bambang Wisnu Broto yang hadir pada saat panen menjelaskan bahwa varietas Dega-1 merupakan kedelai unggul hasil persilangan kedelai jenis Grobogan dan jenis Malabar. Kedelai Dega-1 memiliki umur panen 70 hari, berbiji besar, dengan potensi hasil 3,1 ton per hektar.

“Harapannya, kedelai baru ini dapat disukai para petani,” harap Bambang Wisnu. Dirinya sangat mengapresiasi keberhasilan panen kedelai di Bleberan yang mengawali musim panen kali ini.

Sementara itu, Sumari CW pengelola P4S Amulat melaporkan, luas kedelai yang dipanen mencapai 1 hektar. Lahan ini merupakan kebun percontohan P4S Amulat. Hasil ubinan dari Kedelai Dega-1 menunjukkan hasil 2,8 ton berat polong, atau jika dikonversi menjadi 1,55 ton wose.

“Secara pendapatan petani akan lebih tinggi karena masih mendapat hasil dari jagung dan ubi kayu. Apalagi saat ini harga kedelai konsumsi mencapai Rp 10.000,- per kilogram,” ungkap Sumari. (Tnt)