Budaya  

Ritual Pembukaan Cupu Panjala Terapkan Prokes Ketat

GunungkidulPost.com – PANGGANG – Malam ini bertepatan dengan malam Selasa Kliwon, pada hari Senin, 25 Oktober 2021 dilakukan pembukaan Cupu Panjala.

Bagi warga Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sekitarnya tradisi pembukaan Cupu Panjala sudah dilakukan puluhan tahun secara turun temurun.

Tradisi pembukaan Cupu Panjala digelar masyarakat Dusun Mendak, Desa Girisekar, Kapenewon (Kecamatan) Panggang, Kabupaten Gunungkidul dipercaya mampu memberikan ramalan selama satu tahun ke depan.

Meski masa pandemi covid-19 ini, acara ritual tahunan pembukaan Cupu Panjala tetap berlangsung, meski dengan penerapan protokol kesehatan (prokes) yang ketat.

Acara pembukaan Cupu Panjala dipimpin juru kunci Dwidjo Sumarto yang merupakan trah keturunan ke 7 Kiai Panjala.

Ratusan lembar kain mori pembungkus Kiai Cupu Panjala dibuka. Ritual pembukaan cupu panjala setiap tahun selalu dilakukan pada malam Selasa Kliwon mangsa kapapat (musim ke-4) berdasarkan penanggalan Jawa, 18 Mulud 1955 tahun Alip, Wuku Julungwangi.

Ketua Dewan Budaya Gunungkidul, CB Supriyanto menyampaikan, meski masih berada dalam situasi Pandemi COVID-19, adat tradisi pembukaan Cupu Panjala tetap berlangsung dengan penerapan protokol kesehatan.

“Adat tradisi ini telah ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda, sehingga atas amanat Undang-Undang adat tradisi harus tetap dilestarikan,” katanya, Senin (25/10/2021).

Menurut CB Supriyanto, ada empat hal agar warisan budaya tersebut tetap lestari. Diantaranya yakni adanya perlindungan melalui peraturan pemerintah yang ditetapkan, kemudian adanya pengembangan, diantaranya dibutuhkannya kemasan agar lebih menarik, kemdudian dimanfaatkan serta yang terakhir dibutuhkannya pembinaan

Tahun ini di melihat ada beberapa ritual yang terpaksa dilaksanakan secara berbeda dengan tahun sebelunnya. Salah satunya ritual sedekah labuh. Sebelumnya ritual sebelum hari pembukaan dilakukan di beberapa titik, sementara tahun ini sedekah labuh dilaksanakan secara terpusat.

Ditanya terkait munculnya spekulasi dan penafsiran atas gambar yang muncul pada kain pembungkus, pihaknya mempersilahkan saja.

“Sebab dulu hanya dipakai sebagai lambang atau prediksi dalam kegiatan pertanian. Kalau bergeser ke politik dan lain-lain,” ujarnya.

Terpisah, Lurah Girisekar, Sutarpan menambahkan, perbedaan lainnya pada prosesi pembukaan cupu yakni pada tahun ini tak ada makan sepirin berdua.

“Berbeda dengan upacara tahun dulu semestinya pakai kondangan makan sepiring berdua, namun tahun kemarin dan sekarang ditiadakan,” jelasnya.

Cupu Panjala yang disimpan di rumah Dwijo Sumarto adalah benda pusaka yang berupa tiga buah cupu atau guci kecil keramik.

Guci kecil peninggalan keluarga yang teah berusia ratusan tahun lalu itu disimpan di dalam kotak kayu berukuran lebar 35 cm, panjang 20 cm, dan tinggi 15 cm. (Byu)