Wali Murid Sesalkan Sekolah Pangkas Dana PIP

Gunungkidulpost.com – WONOSARI – Sejumlah wali murid resah, akibat ulah oknum sekolah yang diduga melakukan penyunatan anggaran Program Indonesia Pintar (PIP) dan dialihkan untuk sumbangan komite sekolah.

Oleh sebab itu, Salah satu sekolah tingkat SMA di Gunungkidul dilaporkan ke Ombudsman RI (ORI) DIY.

D salah seorang wali murid itu mengaku, kecewa dengan apa yang dilakukan pihak sekolah.

Kasus tersebut dimulai sejak anaknya sudah diterima di kelas 10 pihak sekolah pada September 2019 lalu.

Saat itu, pertemuan digelar dengan para orang tua pelajar dan mengatasnamakan rapat Komite Sekolah.

Saat pertemuan tersebut, D mengungkapkan pihak sekolah mengajukan permohonan sumbangan dari para pelajar baru sebesar Rp 2,6 juta per tahun. Alasannya untuk pembangunan gedung kesenian.

“Kami tak pernah mengenal, musyawarah, atau pun ikut dalam pembentukan komite sekolah tersebut,” ucap D.

D mengungkapkan, kala itu anaknya dipanggil pihak sekolah untuk mengisi dan menandatangani formulir pencairan uang dari bank.

Uang tersebut merupakan dana bantuan PIP, di mana agar bisa cair dibutuhkan tanda tangan oleh pelajar bersangkutan.

“Oleh Guru BK-nya, dijelaskan bahwa begitu dana cair akan ditahan sekolah untuk bayar sumbangan itu. Kalaupun sudah bayar, ditahan untuk sumbangan tahun berikutnya,” jelas D.

Lantaran merasa tak beres, D bersama sejumlah wali pelajar kemudian mendatangi Balai Pendidikan Menengah (Dikmen) Gunungkidul hingga Disdikpora DIY. Baru dari situlah terkuak fakta sebenarnya.

D bersama para wali pelajar diinformasikan bahwa mekanisme tersebut tidak dibenarkan.

Seharusnya bantuan PIP langsung diberikan ke pelajar yang berhak dan memenuhi syarat, dalam hal ini masuk dalam Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (KPM PKH).

Lantaran bukan dari kalangan ekonomi mampu, D dan sejumlah wali murid pun menunggak sumbangan tersebut. Namun akhirnya anak-anak mereka justru mendapat perlakuan diskriminatif dari pihak sekolah

Ia mencontohkan, saat ujian berlangsung, pelajar yang belum membayar sumbangan akan diberikan kertas yang ditulisi sendiri nama dan nomor peserta ujian.

Sedangkan mereka yang sudah lunas mendapat kartu yang sudah tercetak dan dicap.

Tak hanya itu, oleh salah satu wali kelas, D menyebut anak-anak tersebut ditekan agar segera membayar sumbangan.

Tak heran jika akhirnya ada anak yang menangis karena ketakutan jika tak bisa ikut ujian, apalagi setelah menerima kartu ujian ala kadarnya.

“Kami mau protes juga tak berani, kami hanya orang desa tak paham apa-apa,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala ORI DIY Budhi Masturi mengatakan hingga saat ini pihaknya baru meminta klarifikasi dari sekolah bersangkutan terkait alihfungsi dana bantuan PIP tersebut.

Laporan dari para wali pelajar ini pun diterimanya sekitar 2 minggu lalu.

Tak hanya satu, ORI DIY mencatat total ada dua sekolah jenjang SMA yang diduga melakukan tindakan serupa.

“Saat pemanggilan itu, kepala sekolah hadir, didampingi wakilnya,” ucap Budhi. (Red)