Budaya  

Kisah Dibalik Misteri Rumah Tiba-tiba Ada

GunungkidulPost.com – PLAYEN –
Sebuah rumah tua yang berada di Padukuhan Tanjung, Kalurahan Getas, Kapanewon Playen, Gunungkidul ini menyimpan misteri. Lantaran tak ada satu warga pun yang mengetahui kapan rumah berbentuk Limasan tua itu dibangun.

Kondisi Rumah Yang Dinilai Punya Sejarah. (Foto:GKP)

Warga sekitar lebih mengenalnya sebagai rumah tiban, mungkin maksudnya ‘tau-tau ada’ karena tak terlacak awal mulanya.

Dan saat ini Penghuni rumah, Lasiyem (90) merupakan pewaris dari kakek buyut yang sebelumnya mendiami rumah bertipe limasan itu.

Anak tunggal Lasiyem, Sujono (50) menyebutkan, rumah tersebut bukan dibangun oleh kakek buyutnya.
Konon, rumah ditemukan secara tidak sengaja.

“Cerita simbah-simbah dan tokoh sepuh di kampung kami rumah ini ditemukan saat kawasan yang semula semak belukar dibakar. Selepas ditemukan kemudian dihuni secara turun temurun,” kata dia, Sabtu (2/1/2020).

Ada yang unik dari kebiasaan penghuni rumah tersebut. Tiap tahun, tepatnya tiap Bulan Sura, penghuni selalu menggelar kenduri.

“Kenduri dan doa ditujukan bagi rumah yang ditinggali,” ujar Sujono.

Jika tidak, penghuni akan mengalami gangguan kesehatan.

“Sekali waktu pernah lupa, ibu saya tidak enak badan. Setelah rumah dikendurikan, badan kembali terasa enak,” imbuhnya.

Bahkan menurut dia, rumah tersebut pernah hampir terbakar oleh kobaran api yang bersumber dari kobaran sampah. Namun beruntung kondisinya tetap kokoh dan utuh.

“Dulu sempat terbakar, namun balungan rumah seperti cagak rumah tidak terbakar hanya gosong-gosong saja,” ujarnya.

Empat penghuni sebelum Lasiyem, diantaranya ada nama Mbah Tirtoijoyo, Pantes, Demplu, dan Tomo Pawiro.

Sementara itu, Ismail yang merupakan cucu mantu menambah bahwa rumah tua berbentuk limasan itu pernah dihuni oleh 10 keturunan. Penghuninya saat ini, Lasiyem merupakan pewaris terakhir yang masih hidup.

“Kalau dilacak ya tidak ada yang tau siapa mendiri rumah ini. Yang lima sudah terdeteksi, yang lima keturunan belum bisa terdeteksi,” jelasnya.

Disinggung mengenai terakhir renovasi dilakukan dirinya mengaku, sekitar 25 tahun lalu pernah dilakukan renovasi, namun sebatas mengganti sebagian kecil pilar atap saja.

“Kalau perbaikan dilakukan sudah 25 tahun silam. Itu saja hanya sebatas mengganti sebagian kecil pilar atap saja,” ungkap Ismail.

Ismail mengaku tak ada biaya cukup untuk merenovasinya. Dirinya berharap, jika memang layak dijadikan cagar budaya, pihak terkait segera menindaklanjutinya.

“Berhubung untuk biaya renovasi tidak sedikit. Kami harapan pemerintah segera menindaklanjuti jika memang layak dijadikan cagar budaya keluarga sangat mendukung,” pungkasnya. (Yup)